Sunday 18 January 2009

Shalkh : Dunia Tak Berdaya Hadapi Arogansi Zionis

Doha-Infopalestina : Sekjen Jihad Islam, Ridhwan Abdullah Shallah di Doha Sabtu (17/1) menegaskan kegagalan militer Zionis dalam merealisasikan tujuan-tujuanya dalam perang ke Gaza.

Shallah mengatakan hal tersebut menanggapi pidato Olmert yang mengumumkan gencatan senjata sepihaknya kemarin. Ia mengatakan, Olmert telah gagal dalam merealisasikan tujuanya untuk merubah kondisi jalur Gaza dengan menghabisi gerakan Hamas. “Kami dari Jihad Islam, walaupun kami tidak ikut dalam pemerintahan Hamas, namun kami akui bahwa Hamas adalah pemerintahan resmi Palestina yang dipilih melalui pemilu. Israel juga telah gagal dalam menghentikan tembakan roket perlawanan. Bahkan roket-reoket perlawanan mengempur sejumlah wilayah Israel beberapa saat sebelum dan seudah pidato Olmert,” ungkap Shalah.

Shallah menganggap pengumuman Olmert untuk menghentikan seranganya secara sepihak sebagai jawaban atas tuntutan Presiden Mesir, Husni Mubarak merupakan bentuk pelecehan terhadap Mesir. Pernyataan Olmert ini menunjukan bahwa Mesir, sejak awal sanggup menghentikan kejahatan Israel. Masalahnya kenapa ia tidak bergerak sejak awal ?. kenapa ia baru ngomong setelah 22 hari penyerangan.

Shallah menambahkan, dunia lemah menghadapi arogansi Israel akan tetapi perlawanan mampu meningkatkan perjuanganya dan menolak tunduk pada persyaratan Olmert.

Ia mengingatkan, hadirnya pasukan Israel di Gaza setelah pengumuman ini akan menjadi target serangan perlawanan yang setiap hari hingga mereka keluar dari Gaza. (asy)

Gaza Membentuk Perimbangan Kekuatan

Perjalanan konflik Arab Israel - seperti yang diisyaratkan oleh konflik Gaza saat ini – memberikan indikasi bahwa perlawanan Palestina merupakan jalan mewujudkan kemenangan Palestina dan kekalahan buat Israel.

Mungkin ada yang menertawakan statemen ini karena dianggap mimpi dan berhalusinasi mewujudkan kemenangan melawan Israel.

Ada puluhan isyarat dan indikasi yang mendukung statemen di atas. namun cukup kita fokuskan pada tiga indikasi saja: kinerja kelompok perlawanan Palestina, target-target permusuhan Israel, dan sikap public Arab dan internasional.

Pertama, hingga saat ini perlawanan dari berbagai faksi di Palestina sangat kukuh dalam melakukan koordinasi, tenang, menyerang dengan tenang, percaya diri dan langkah yang penuh perhitungan. Mereka menggunakan senjata militer, media dan mobilisasi dengan pertimbangan yang seimbang. Para elitnya sangat baik dalam bersembunyi atau menampakkan diri, saat berbicara, tidak berlebihan ketika menyampaikan jumlah korban di kalangan musuh atau di barisan mereka sendiri.

Indikasi kedua dari pihak Israel. Dalam agresi ini, Israel membangun strategi serangannya dengan berusaha menjatuhkan jumlah kerugian sebesar mungkin pada infrastruktur, sipil warga Gaza. Membidik anak-anak dilakukan Israel secara sengaja. Berdasarkan laporan harian Israel Haaretz di sebuah artikel edisi Rabu (31/12/08), “Para awak tempur kami melakukan tindakan brutal… mereka pahlawan terhadap sipil Palestina yang lemah… mereka membiarkan ribuan korban luka-luka dan cacat selama hidup mereka”. Simon Perez sendiri sama sekali tidak peduli dengan anak-anak di Gaza, tidak peduli dengan tubuh bocah-bocah Palestina yang tercabik-cabik peluru Israel. Untuk menyempurnakan itu Israel membidik masjid-masjid pada waktu-waktu shalat, pemukiman, gedung pemerintahan dan sekolah.

Di sisi lain, Israel menggunakan senjata pemusnah massal dan senjata yang dilarang oleh dunia internasional. Misalnya, bom fosfor, bom curah, dan nuklir yang menimbulkan efek merusak manusia dan membakarnya. Di Chanel IV Perancis edisi 29/12, pakar militer Perancis Bross Nicolas menyebut bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah genisoda era modern. Ia menegaskan, Israel menggunakan uranium.

Di tengah tragedy miris ini, anak-anak Gaza miris mengatakan, kenapa darah kami bangsa Arab dan kaum muslimin begitu murah?

Agaknya anak-anak Palestina mendapatkan jawabannya dari keteguhan perlawanan. Darah mereka dianggap murah karena karena mereka menginginkan kita memberikan toleransi-toleransi. Namun kini perlawanan Palestina menunjukkan kemampuan mereka menciptakan persenjataan yang cukup membuat Israel kalut. Bahkan perlawanan yang akan menciptakan kemenangan yang agung. Tak ada kekuatan searogan apapun yang bisa mudah menghancurkannya. (bn-bsyr)

Hamdan: Pidato Olmert Bukti Kekalahan Israel




Beirut – infopalestina: -Usamah Hamdan, perwakilan Hamas di Lebanon, menilai pidato PM Zionis Israel, Ehud Olmert yang menyatakan menghentikan serangan secara sepihak sebagai “pengumuman kekalahan kedua setelah perang tahun 2006”.

Dalam siaran persnya, Hamdan mengatakan:”Pidato itu, dilihat dari sisi lain, merupakan pengumuman kekalahan dan kemenangan bagi pejuang Palestina yang ingin dibasminya.” Hamdan mengisyaratkan bahwa Olmert, di awal pidatonya, berhasil memukul Hamas kemudian di akhir ia mengakui tidak mampu untuk membebaskan serdadu Israel, Gilad Shalit, yang kini masih ditawan pejuang Palestina. “Yang sampai kini Israel tidak tahu, apakah masih hidup atau sudah mati akibat perang jahat mereka di Gaza,” tambah Hamdan.

Ia menambahkan, menanggapi pernyataan Olmert yang tetap menyebarkan pasukannya di Jalur Gaza saat penghentian serangan ini, dengan mengatakan:”Kalau masih ada pasukan Zionis Israel di Jalur Gaza, ini akan membuka pintu lebar bagi pejuang Palestina melawan penjajah tersebut.”

“Kejahatan perang yang dilakukan Zionis di Gaza adalah pemicu baru bagi perlawanan menentang penjajah. Saya sebutkan bahwa generasi yang akan terjun di medan perang kali ini adalah generasi yang tumbuh di intifadah pertama (1987). Bisa Anda bayangkan betapa dahsyatnya generasi yang tumbuh di masa genosida ini,” jelas Hamdan lagi.

Hamdan melihat bahwa Olmert “Terlihat ragu saat dirinya bisa melemahkan Hamas, tapi kemudian berbicara soal jaminan internasional untuk melemahkan Hamas. Ini sebuah tanda Tanya besar dan penting. Begitu juga soal perjanjian antara Mesir dan pemerintah AS. Ini pertanda bahwa Olmert tidak bisa mengukur kondisi riil di lapangan.” (AMRais)

Friday 16 January 2009

Gaya TV Al-Arabiyah Memusuhi Perlawanan Palestina






Ramallah – Infopalestina: Awalnya berupa berita cepat saji, kemudian gambar, kemudian dilanjutkan dengan analisi, prediksi, mengkontradiksikan kemudian memutar realitas yang ada.

Itulah yang dilakukan TV Al-Arabiyah ketika masuk dalam perangnya melawan Gaza, dengan caranya sendiri. Sebagian pegawai di sana hingga merasa tercekik. Garis redaksi dikuasai oleh orang-orang yang memusuhi perlawanan dan simpati kepada kelompok pragmatis baru yang membela Amerika Serikat.

“Bayangkan mereka korban tewas, semuanya tewas, tidak boleh kita bicara tentang syuhada, kita bicara masalah korban tewas meski mereka anak-anak. Kita dilarang memberikan sifat kepada korban di Jalur Gaza sebagai syuhada. Ini lampu merah. Bahkan istilah korban pun dijauhkan dari kamus kami”, tutur seorang pegawai di TV Al-Arabiyah yang menolak disebutkan namanya. Lampu merah yang dimaksud adalah intruksi dari atas. Tentu sebagian pegawai dan wartawan di lapangan merasa keberatan dengan intruksi ini.

“bayangkan seorang reporter hidup di bawah gempuran bom, melihat langsung darah dan potongan tubuh, kemudia ia dilarang menyebutnya sebagai tindakan permusuhan dan permbantaian.” Imbuhnya.

Al-Arabiyah lebih suka analisi dan komentara yang memperburuk citra perlawanan. Bahkan di awal agresi Israel di Jalur Gaza, Al-Arabiyah hanya menggambarkan sedikit berita menggambarkan sebuah penjara yang dibom Israel saja. Pernah suatu ketika Al-Arabiyah memberitakan kebohongnan jatuhnya puluhan korban di penjara-penjara di Gaza yang diputarbalikan oleh media Ramallah.

Tayangan diputarbalikkan

Pegawai di atas menambahkan bahwa dirinya tertekan secara kejiwaan bekerja di Al-Arabiyah. Dalam kasus agresi Israel ke Jalur Gaza, TV ini hanya menayangkan cuplikan-cuplikan serangan Israel ke Jalur Gaza. Seakan hanya permainan. Bahkan di dalam tayangan operasi darat Israel ke Jalur Gaza, Al-Arabiyah justru menayangkan capai-capaian Israel di lapangan yang begitu mudah dicapai.

Salah satu tayangan di sana adalah “Serdadu Israel dengan senjatanya masuk tanpa takut ke jantung Gaza, kendaraan militer Israel masuk dengan mudah tanpa perlawanan.” Apa yang Anda bayangkan dalam tayangan ini. “rekreasi militer”. Mana perlawanan? Namun pada kenyatan di lapangan tidak seperti yang ditayangkan oleh Al-Arabiyah.

Reporter keluar dari sikap diam mereka

Akhirnya reporter Al-Arabiyah yang di Jalur Gaza merasa perlu segera bertindak dari keterjajahan ini. Misalnya, reporter Hanan Misri mengatakan bahwa pihak di redaksi yang duduk di TV Al-Arabiyah yang mengolah berita dengan ungkapan menyesatkan. (bn-bsyr)




Media Internasional: Agresi Israel atas Gaza Akan Gagal

Washingon/London – Infopalestina: Media-media barat dan internasional memprediksi bahwa agresi Israel ke Jalur Gaza sejak tiga pekan lalu akan berakhir dengan kegagalan. Tidak mungkin Israel mewujudkan kemenangan terhadap gerakan Hamas berdasarkan sejumlah penelitian dan pengamatan sejumlah strategi dan taktik gerakan perlawanan Hamas dan taktik militer Israel serta perkembangan pertempuran yang ada.

Hamas tak mungkin dihabisi secara militer

“Persimpangan jalan di Gaza” dengan judul ini harian Washington Posh edisi 10/1 di editorialnya menyatakan bahwa agresi Israel ke Jalur Gaza akan gagal. Sebab Hamas tidak mungkin dihabisi dengan sarana militer.

Harian ini menyebutkan bahwa Israel ingin mengurangi kemampuan militer Hamas dalam hal militer dan memaksa mereka menerima gencatan senjata dengan syarat yang lebih sesuai keinginan Israel. Namun Hamas menunjukkan mereka menang dalam bertahan menghadapi Israel dan menolak permainan Israel itu.

Israel sendiri memilih antara menghabisi Hamas dengan resiko kerugian besar di Jalur Gaza yang melebihi kerugian di pihak Hamas. ini tentu akan berpihak kepada Hamas dan menguatkan kemampuannya di kawasan dan di Eropa atau Israel memilih menarik diri dari Jalur Gaza tanpa ada jaminan penghentian roket perlawanan Palestina.

Pertanyaan yang sulit dijawab Israel

Sementara harian Ruters menyebutkan bahwa kemenangan Israel di Gaza adalah tujuan yang jauh dari kenyataan. Dalam laporan hasil investigsinya edisi (12/1) dinyatakan bahwa jika dilakukan gencatan senjata di Jalur Gaza maka pertanyataanya siapa yang menang? Maka akan dikaitkan lebih banyak kepada kehancuran dan pembunuhan. Namun demikian Israel tidak akan bisa memastikan jawabannya langsung atau pasti. Para pengamat memprediksi bahwa pengertian kemenangan menurut Israel masih jauh dari yang ingin diwujudkan sesuai dengan laporan investigasi. Sebab target perang seperti yang diumumkan Israel tidak tercapai. Yakni mengakhiri serangan roket perlawanan Palestina ke Israel.

Harian ini memeperkirakan akan dicapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas dengan kesepakatan menghentikan serangan roket. Namun peluang kesepakatan ini berlaku jangka panjang akan sulit. Israel juga ingin mencegah penyelundupan senjata ke Jalur Gaza dari Mesir sehingga Hamas tidak akan memperoleh pasokan bahan peledakan dan senjata lainnya dalam membuat roket. Namun bagaimana mewujudkan tujuan Israel itu? Apalagi Mesir menolak penempatan pasukan inetrnasional di perbatasan.

Ruters menyimpulkan bahwa menghabisi Hamas menjadi tujuan sangat sulit dicapai dan Israel tidak kan bisa mewujudkannya apalagi di tengah tekanan dunia internasional agar ikut menghentikan serangan Israel.

Hargai nyawa rakyat Palestina

Harian Dear Standar berbasis di Austria menilai bahwa agresi Israel ke Jalur Gaza tidak akan bisa mewujudkan kemenangan dalam menghabisi Hamas. harian ini menilai bahwa agresi Israel hanya perang klasik dimana Israel mengandalkan kekuatan militer menghadapi kelompok perlawanan yang bukan lagi berperang dengan senjata dan strategi klasik.

Dengan cara seperti ini Israel tidak akan bisa mewujudkan targetnya dalam menghabisi Hamas. di tengah perang seperti ini hanya akan menumpahkan darah sipil. Harian ini mempertanyakan resiko perbuatan Israel? harian ini menjawab seharusnya dalam perang Israel belajar menghargai nyawa rakyat Palestina. (bn-bsyr)

Sunday 11 January 2009

Antusias Jamaah Mesjid Al Azhar Timika Baca Berita Gaza

Jamaah Mesjid Al Azhar Kota Timika Provinsi Papua usai melaksanakan shalat Jumat (9/1/2008) sangat antusias membaca majalah dinding yang memuat berita dan foto krisis kemanusian yang melanda warga Jalur Gaza yang disebabkan oleh invasi negara zionis Israel. Foto : Marwan. A.

Apakah Israel Akan Menang di Gaza?




Perang Israel melawan Hamas telah menjadi semakin berisiko. Israel tetap menggempur Jalur Gaza kendati Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi Nomor 1860 yang menyerukan gencatan senjata. Bagaimana konflik di Jalur Gaza itu akan berakhir?

Majalah Time menurunkan laporan mengenai mengapa Israel tidak bisa memenangi pertempuran itu.

Faktanya, apa yang didapat Israel tampaknya semakin kecil dibandingkan dengan ongkos yang semakin besar. Ketika melancarkan serangan ke Jalur Gaza pada 27 Desember 2008, ”cita-cita” Israel adalah melihat para komandan Hamas keluar dari bungker-bungker di bawah tanah dengan tangan terangkat ke atas.

Sayangnya, yang didapat Israel pada akhirnya justru tidak memuaskan. Akhir yang realistis paling-paling hanya gencatan senjata yang menyisakan Hamas yang terluka tetapi tetap hidup dan mampu bangkit kembali. Israel pun hanya bisa sementara waktu aman dari gangguan.

Serangan membabi buta ke Jalur Gaza hanya akan menurunkan kemampuan Hamas untuk menembakkan roket ke Israel. Namun, serangan itu tidak akan bisa memadamkan semangat ideologi Hamas.

Kalaupun ada keuntungan bagi Israel, jika benar-benar bisa menghentikan tembakan roket Hamas, adalah bagi para politisi yang akan maju pemilu nasional, bulan depan, seperti Menteri Luar Negeri Tzipi Livni atau Menteri Pertahanan Ehud Barak. Tidak lebih.

Barangkali, yang lebih mengancam Israel saat ini bukanlah tembakan roket itu sendiri, melainkan kekuatan untuk menggertak (power of detterence) Israel yang mulai diragukan.

Semula kekuatan penggertak itulah yang menjadi kunci bagi Israel untuk menjaga lawan-lawannya tetap berada di sudut yang jauh. Kekuatan itu mulai terkikis tahun 2006 saat Hezbollah di Lebanon selatan mampu bertahan dari gempuran Israel.

Seperti halnya Hezbollah, Hamas akan menyatakan dirinya menang. Hamas menunjukkan diri mampu bertahan menghadapi gempuran langsung dari kekuatan militer yang jauh lebih besar.

Justru Israel berisiko kehilangan sekutu-sekutu Arab, yang semula telah melunak dan bersedia mengakui Israel. Bagaimana mungkin kini mereka mau bekerja sama dengan Israel saat mendapati saudara-saudara Arab mereka dibantai di Jalur Gaza.

Tidak kalah

Satu hal yang perlu diakui para pemimpin Israel adalah Hamas tidak akan bisa dikalahkan dengan kekuatan militer. Pelajaran dari serangan terhadap Hezbollah tentu tidak mudah dilupakan Israel.

Israel harus merangkul Hamas secara politik. Itu artinya, Israel harus bersedia berurusan dengan semacam pemerintahan persatuan yang meliputi Hamas di dalamnya.

Apalagi Israel juga harus menghadapi kenyataan bahwa negara yang dicita-citakannya, negara Yahudi yang terbentang dari Sungai Yordan hingga Laut Mediterania, tidak akan terwujud tanpa berdirinya negara Palestina yang merdeka.

Israel harus berhitung dengan populasi Yahudi di negaranya yang suatu saat bisa kalah jumlah oleh bangsa Arab di tanah itu. Israel, yang mendefinisikan diri melalui kepercayaannya, yaitu Yahudi, tentu tidak ingin melihat kaumnya menjadi minoritas di tanah mereka sendiri.

Mantan PM Israel yang paling keras sekalipun, Ariel Sharon, takut akan hal ini. ”Jika kita ingin melestarikan Yahudi dan demokrasinya, kita harus melepaskan sebagian tanah air kita,” katanya.

Kompromi menyakitkan

Artikel di majalah Newsweek edisi 12 Januari 2009 menyebutkan, ada empat persoalan utama yang perlu segera diselesaikan, yaitu soal wilayah, keamanan, status Jerusalem, dan pengungsi Palestina. Mengurai persoalan dan mencari solusi menang-menang harus dimulai kembali dari keempat persoalan pokok itu yang kini malah terabaikan sejak tahun 2000.

Kompromi yang menyakitkan bagi kedua pihak harus ditempuh jika perdamaian abadi ingin diwujudkan. Fakta bahwa Ehud Olmert bersedia bernegosiasi, Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga bersedia berunding, menggarisbawahi hubungan keduanya. Yakni, hanya ada satu jalan menuju perdamaian, kedua pihak mengetahui jalan itu, tetapi keduanya tidak bersedia untuk menjalaninya.

”Waktu tidak lagi berada di pihak Israel,” demikian Newsweek.

Sejauh ini, pertumpahan darah di Gaza tidak banyak mengubah perimbangan. Hamas kehilangan banyak secara fisik, tetapi dia memenangi simpati. Namun, bukan tidak mungkin warga Gaza juga mempertanyakan, untuk apa semua penderitaan yang mereka alami.

Majalah The Economist edisi 3-9 Januari 2009 menyebutkan, ada konsesi yang diperoleh warga Gaza, seperti pelonggaran blokade oleh Israel yang telah membuat mereka menderita secara ekonomi. Gerbang perbatasan dengan Mesir pun kemungkinan akan dibuka.

Selama 60 tahun, konflik mendera tanpa ada akhir. Dewan Keamanan PBB sekalipun tidak digubris. Kekerasan akan menjadi lingkaran yang tidak terputus di wilayah itu selama tidak ada ruang bagi kompromi dan ketulusan. (fro/kelompok diskusi)

Saturday 3 January 2009

Hari Sabat, Invasi Israel ke Gaza Dimulai


Eddi Santosa - detikNews

(Foto ccun.org)
Gaza - Pasukan Israel Sabtu malam (3/1/2009) sekitar pukul 20.30 mulai menginvasi Gaza. Pejuang Hamas menyambut mereka di utara Gaza, terjadi kontak tembak hebat.

Demikian stasiun berita NOS melaporkan, berdasarkan sumber-sumber terbatas dari front pertempuran. Selain pasukan infanteri, Israel juga mengerahkan tank, artileri, helikopter dan pesawat tempur.

Jumlah korban dari kedua pihak belum bisa dipastikan, namun dilaporkan puluhan pejuang Hamas tewas. Sementara radio Hamas melaporkan bahwa ada tank Israel berhasil diledakkan, yang juga menewaskan serdadu-serdadu Israel.

Zona Penyangga

Menurut pihak Israel, invasi darat yang sangat berisiko ini dimaksudkan untuk menghancurkan infrastruktur Hamas lebih lanjut. Kemungkinan pasukan darat lengkap dengan dukungan tank dan artileri akan menduduki kawasan tapal batas Gaza dan membuat zona penyangga, sehingga menyulitkan Hamas untuk menembakkan roket-roket buatan sendiri dan beberapa roket Grad selundupan dari Mesir.

Salat Dibom

Sebelumnya menjelang invasi, Israel menghujani kota-kota utara Beit Lahiya dan Beit Hanoun dengan bom-bom dari udara dan artileri.

Di Beit Lahiya sebuah masjid dibombardir saat salat Isya. Dipastikan 13 orang yang sedang salat tewas seketika. Israel berdalih serangan ke tempat ibadah itu karena dijadikan sebagai penyimpanan senjata.

(es/es)

Ribuan Umat Islam Sulsel Turun ke Jalan Mengutuk Serangan Israel

Muhammad Nur Abdurrahman - detikNews

ilustrasi/dok detikcom
Makassar - Sekitar lima ribu orang gabungan ormas Islam berunjuk rasa mengutuk serangan Israel ke Palestina, di Monumen Mandala, jalan Jenderal Sudirman, Makassar, Minggu (4/1/2009).

Sebelumnya, massa dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Umat Islam (FUI) Sulsel dan Front Pembela Islam (FPI) Sulsel, melakukan konvoi sepanjang 3 km dari Masjid Al Markaz Al Islami, di jalan Mesjid Raya, menuju
Monumen Mandala.

Dalam aksi mereka, massa membawa bendera dan poster yang berisi kecaman terhadap Israel dan negara-negara yang tidak bersikap atas persoalan Palestina, seperti AS, Mesir dan Arab Saudi. Parodi peserta aksi yang
memakai topeng pemimpin dunia yang tidak peka terhadap persoalan umat Islam juga dipertontonkan.

Menurut Ketua Hizbutahrir Wilayah Sulsel, Hasanuddin Rasyid, solusi terhadap serangan Israel adalah dengan berjihad membantu rakyat Palestina menghancurkan Israel. Hakekat persaudaraan umat Islam, menurut Hasanuddin, adalah ikut merasakan penderitaan sesama muslim.

"Kami memohon pada pemerintahan SBY-JK agar mengirim TNI untuk membebaskan rakyat Palestina." tutur Hasanuddin pada detikcom di sela-sela unjuk rasa.

Sementara menurut Ketua FPI Sulsel, Habib Mahmud, jihad membela muslim Palestina adalah wajib hukumnya. Umat Islam saat ini, menurut Habib, masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama.
Gerakan peduli Palestina yang paling banter dilakukan muslim Indonesia adalah memboikot produk AS dan Israel, serta melakukan sweeping terhadap orang Israel dan AS.

Mimbar bebas yang digelar di atas mobil tronton, berlangsung dari pukul 09.00 Wita sampai pukul 12.00 Wita. Aksi yang dikawal ketat oleh polisi ini mengakibatkan jalan Jenderal Sudirman sepanjang 200 meter ditutup sementara.

(mna/nrl)

AS Gagalkan Voting Draft Resolusi DK


Eddi Santosa - detikNews

New York - Siapa berharap peran PBB untuk perdamaian dunia akan kecewa. Voting draft resolusi DK untuk gencatan senjata Israel-Hamas tadi malam dijegal AS.

Demikian dilansir stasiun berita NOS online, Minggu 4/1/2009.

Dalam draft tersebut tercantum pernyataan kekhawatiran mendalam negara-negara anggota PBB mengenai eskalasi situasi di Gaza dan perlu ada gencatan senjata segera.

Menurut sumber di DK, AS mengganjal draft resolusi tersebut dengan dalih bahwa tidak ada pencantuman mengenai serangan roket Hamas dalam draft tersebut.

AS, sebagai anggota permanen DK punya hak veto, melalui Dubesnya di PBB mengatakan pihaknya yakin bahwa terserah pada Israel dan Hamas sendiri untuk menyepakati gencatan senjata, bukan pada PBB.

Sekjen PBB Ban Ki-moon mengungkapkan kepada Perdana Menteri Israel Olmert bahwa dia sangat khawatir dan kecewa atas invasi di Gaza.(es/es)

Israel: 5 Alasan Menggempur Hamas di Gaza




Infopalestina: Puluhan roket Palestina yang ditembakkan dari Jalur Gaza ke sejumlah daerah sekitar Jalur Gaza sejak pekan-pekan kemarin, kembali menorehkan jadwal proyek pertempuran Israel. tulis Ishak Belle di harian Israel Ma’arev, edisi 15 November 2008. Respon Israel tidak cukup hanya dengan menutup perlintasan untuk sementara waktu. Karena cara ini jelas dinilai tidak akan membuahkan hasil. Tapi harus dengan serangan yang lebih dahsyat ke sumber-sumber serangan al Qassam. Apalagi, menurutnya, Israel memiliki kekuatan 1000 kali lebih kuat disbanding kekuatan musuh-musuhnya (Palestina).

Dia menilai sudah tiba masanya untuk menggunakan cara seperti ini sebagai dasar proyek untuk menggempur Gaza dan pemerintahan Hamas di sana. Terutama jika ternyata fakta lapangan menunjukan, gencatan senjata akan gugur dalam waktu yang tidak lama lagi. Karena penutupan sejumlah perlintasan sebagai sanksi dipastikan akan gagal. Sebagian besar penduduk Gaza sudah terbiasa dengan kekurangan. Mereka mampu bertahan dalam kesempitan. Krisis ekonomi tidak akan mampu mendorong mereka untuk menghentikan tembakan al Qassam.

Menurut Belle sekarang adalah saatnya untuk mendorong terjadinya gempuran terhadap kekuatan Hamas di Jalur Gaza dengan dengan beberapa alasan di bawah ini:

Pertama, menghentikan secepatnya serangan musuh. Menurut Belle, jika Israel membalas serangan secara terus menerus dalam waktu lama ke sejumlah tempat di mana roket-roket al Qassam ditembakan, akan menambah kekhawatiran terhadap penduduk sipil Gaza. Hal ini juga akan mempercepat tuntutan public untuk menjauhkan sumber-sumber tembakan yang kemungkinan ada di tengah-tengah mereka.

Kedua, menurunkan tingkat penyelundupan senjata. Namun militer Israel harus bersiap menghadapi ancaman serangan terhadap warganya yang tinggal berdekatan dengan sumber serangan. Kondisi ini akan berpengaruh kepada warga Palestina yang tinggal di sekitar terowongan tempat di mana diselundupkanya senjata dari Mesir untuk segera menutup terowongan tersebut, karena khawatir Israel menyerang mereka juga.

Ketiga, menghilangkan perlunya serangan darat. Belle menilai jika Israel berhasil memakai teori serangan dibalas serangan, maka tidak perlu lagi melakukan serangan darat secara besar-besaran dengan segala konsekwensinya.

Keempat, mengubah pandangan yang menganggap remeh kekuatan Israel di kawasan. Serangan balasan terhadap sumber al Qassam akan memberikan pemahaman pada mereka bahwa Israel tidak akan melakukan tawar menawar dalam masalah keamananya. Di samping akan memberikan pengaruh signifikan terhadap sikap permusuhan kelompok perlawanan serta provokasi dalam masalah Gilad Shalit hingga program nuklir Iran.

Kelima, mendorong perdamaian bersama Palestina. Gambaran yang dirancang Israel ini akan memberikan keringanan pada Palestina yang moderat untuk melanjutkan upaya perdamaian dengan Israel. Di samping menunjukkan kemampuan Israel dalam menyelesaikan masalah dengan kekuatan pribadinya. Hal ini akan memberikan kepercayaan pada Israel untuk merealisasikan keamananya di kawasan.


Amien Rais Kecewa dengan Barack Obama

Arbi Anugerah - detikNews

Banyumas - Amien Rais mengaku kecewa dengan Presiden terpilih Amerika Serikat, Barack Obama terkait penyerangan Israel terhadap warga Palestina. Amien menilai Obama tidak berbeda jauh dengan George Bush.

"Kita dan saya kira dunia kecewa karena Obama sama dengan George Bush tetap cinta Israel anti Hamas dan Palestina," kata Amien.

Amien mengatakan hal itu saat mengunjungi SMK Muhamadiyah Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (3/1/2009). Kedatangan Amien ke tempat ini untuk menghadiri pengajian akbar dan doa bersama bagi rakyat Palestina. Di sela-sela kedatangannya, Amien disambut oleh demo anti israel yang dilakukan para siswa-siswi SMK.

Amien juga mengutuk tindakan yang dilakukan oleh militer Israel. Ia berharap, Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak, segera membantu warga Palestina dalam bentuk apapun.

"Israel kita kutuk dan Palestina kita bantu sekuat mungkin dan kita galang dunia Islam untuk bantu Palestina," ujarnya.(mok/mok)

Van Bommel: Pemerintah Belanda Buta atau Terlibat

Agresi Israel ke Gaza

Eddi Santosa - detikNews

Amsterdam - Pemerintah Belanda bisa melihat serangan roket Hamas, namun agresi Israel tidak. Itu artinya bahwa pemerintah Belanda buta atau ikut terlibat.

Demikian anggota parlemen Belanda dari Partai Sosialis Harry van Bommel dalam pidatonya di depan ribuan demonstran menentang agresi militer Israel ke Gaza di lapangan Museumplein, Amsterdam, Sabtu (3/1/2009).

"Pemerintah Belanda seharusnya tidak bungkam," pekik van Bommel.

Catatan, pemerintah Belanda sangat giat mengkampanyekan HAM, nasib anak-anak dan perempuan, namun selalu bungkam terhadap segala aksi kekejaman Israel.

Terbesar

Ribuan massa Belanda turun ke jalan meminta perhatian agar ofensi Israel ke Gaza dihentikan dan pemerintah Belanda secara terbuka berani mengutuk agresi militer Israel tersebut.

Ini merupakan aksi massa terbesar di Belanda menyusul aksi serupa di Den Haag dan Rotterdam sejak agresi militer Israel ke Gaza dimulai sepekan lalu dan telah menewaskan ratusan warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak.

Sebanyak 25 organisasi ikut menginisiasi aksi ini, antara lain Suara Yahudi Lain (kelompok Yahudi anti kekerasan Zionisme), Komite Palestina, Sosialis Internasional, Milli Gurus, dan Dewan Masjid Maroko.

Usai berunjuk rasa, massa selanjutnya berpawai protes keliling kota Amsterdam dengan membawa spanduk "Israel Enyah dari Palestina", "Israel Membara di Neraka."

Aksi berlangsung tertib tanpa insiden. Namun polisi sempat merebut bendera Israel dari tangan seorang demonstran yang mencoba membakarnya.
(es/es)

Suara Lain Yahudi

Laporan dari Den Haag
Eddi Santosa
- detikNews

Ilustrasi: dhm.de
Den Haag - Tidak semua orang Yahudi mendukung Zionisme. Yahudi Ortodoks bahkan tidak mengakui negara Israel di Palestina karena mendahului Messiah. Di Belanda ada Stichting Een Ander Joods Geluid (Yayasan Suara Lain Yahudi) yang menilai kelakuan Israel tak lebih baik dari negara penjahat.

Suara Lain Yahudi ini siang tadi (3/1/2009) termasuk satu dari 25 organisasi yang ikut memobilisasi demonstrasi besar-besaran anti agresi Israel ke Gaza, melibatkan sekitar 10 ribu demonstran.

Teks-teks yang tajam diusung: Hentikan Agresi ke Gaza, Verhagen & Balkenende Memalukan! Tanganmu Bersimbah Darah!, Israel Mengulangi Holocaust dengan Dukungan Belanda, Anne Frank Membalikkan Punggung di Kubur, Oh Israel.

Sementara demonstrasi di Amsterdam berlangsung, Israel terus meningkatkan serangan ke Gaza dengan mulai melibatkan gempuran artileri, selain serangan udara melalui pesawat-pesawat tempurnya. Adapun Mesir tetap menutup tapal batas rapat-rapat.

Sebelumnya pada hari-hari pertama agresi Israel ke Gaza, Suara Lain Yahudi pada 28/12/2008 langsung mengedarkan siaran pers. Berikut ini terjemahan selengkapnya.

Kabinet Olmert mulai periode pemerintahannya dengan serangan udara terhadap Lebanon di 2006, dan mengakhirinya dengan khas: bombardemen berdarah-darah ke Gaza.

Saat itu dan sekarang alasannya sama: kami tak bisa lain. Saat itu dan sekarang adalah kebohongan.

Perang terhadap Libanon adalah pilihan sadar dan eskalasinya dikehendaki, bombardemen di Gaza juga begitu.

Bahkan agresi ke Gaza itu merupakan pamungkas atas blokade yang melawan hukum dan tidak berperikemanusiaan, dilakukan atas keterlibatan Amerika Serikat (AS), Eropa dan Mesir.

Meskipun demikian Hamas tak bisa dipaksa bertekuk lutut. Persoalan harus segera dituntaskan, sebelum mungkin angin baru akan bertiup dari Washington di bawah pemerintahan baru. Oleh sebab itu bukan tanpa alasan Israel telah lebih dulu melanggar gencatan senjata dengan serangan pertama pada 4/11/2008, bertepatan dengan hari terpilihnya Obama.

Hamas harus dan akan dijungkalkan dari kekuasaannya, aparat pemerintahannya dihancurkan, dan para pemimpinnya dibunuh. Mereka tidak boleh membela diri, mereka harus menurut. Di sisi lain, seperti di Libanon, Israel mengerahkan kekuatan militer moderen nan menghancurkan terhadap penduduk sipil, demi merealisasikan tujuan-tujuan politik.

Bagi pemerintah Israel diplomasi adalah kelanjutan dari perang dengan alat lain. Ancaman, tekanan, dan kekerasan militer adalah bahasa andalan Israel. Pemerintah Olmert dalam hal ini sama saja: mereka selama 3 tahun sama sekali tidak berprestasi, di mana mereka dapat mendekatkan sebuah solusi konflik Israel-Palestina barang semilimeter pun melalui perundingan.

Oleh karena itu Yayasan Suara Lain Yahudi menilai Israel tidak hanya bertanggung jawab atas setiap korban yang tewas atau luka di Gaza, tetapi juga untuk stagnasi total dari proses damai.

Sebuah pemerintahan yang memiliki semua kartu truf di tangan untuk mencapai keberhasilan diplomasi, namun gagal secara menyedihkan terutama karena ketidakmauan, dan menjelang habis masa pemerintahannya tak punya cara lain selain berperang, adalah tidak hanya inkompeten tetapi juga kriminal.

Kebijakan luarnegeri Belanda sangat menyolok dengan toleransi berlebihan terhadap 'negara sahabat' ini, yang terhadap para tetangganya berkelakuan tidak lebih baik dari negara penjahat paling jahat.

Pengurus Yayasan Suara Lain Yahudi
(es/es)

Tim Medis Indonesia Coba Dekati Jalur Gaza

Moksa Hutasoit - detikNews

Jakarta - Tim medis Indonesia telah diberangkatkan untuk membantu warga Palestina yang menjadi korban aksi militer Israel. Mereka akan mencoba untuk mendekati perbatasan Gaza.

"Tim medis Indonesia akan ke Mesir dan mendekat di garis batas Gaza dekat Rafa daerah yang paling banyak korbannya," ujar Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari kepada detikcom melalui pesan pendek, Sabtu (3/1/2009).

Namun untuk mencapai tempat itu, tidaklah mudah. Setidaknya, menurut Menkes, tim dari Indonesia harus meminta izin lebih dulu kepada Menkes Palestina.

"Beliau (Menkes Palestina) janji besok di email. Meskipun beliau bilang sangat berisiko," jelas Menkes.

Mengenai bantuan yang diberikan oleh Indonesia, Menkes Palestina mengaku sangat berterimakasih. Warga Palestina, diceritakan Menkes sangat terharu dengan perhatian yang didapat.

"Rakyat Palestina sangat senang dengan bantuan rakyat Indonesia yang nun jauh di sana tapi sangat besar atensinya," kata Menkes.(mok/mok)

Situasi Gaza Makin Memburuk, DK PBB Gelar Rapat

Alfian Banjaransari - detikNews

Reuters
New York - Seminggu setelah serangan militer Israel ke Jalur Gaza yang menelan ratusan korban, Dewan Keamanan (DK) PBB akhirnya mengadakan rapat pada hari Sabtu (3/1/2009).

Rapat tersebut dimulai pukul 19.00 waktu setempat dengan agenda membahas draf usulan dari Libya, satu-satunya anggota DK dari Arab yang menyerukan "perhatian serius atas eskalasi situasi di Gaza pasca dimulainya serangan darat Israel".

Draf tersebut juga berisi seruan agar kedua belah pihak "segera melakukan gencatan senjata" dan "segera menghentikan aktivitas militer".

Duta Besar Perancis untuk PBB Jean-Maurice Ripert mengatakan kepada wartawan bahwa pihaknya tidak tahu apakah draf usulan Libya tersebut akan didukung oleh kelima belas anggota DK sebagai syarat agar draf tersebut lolos.

Sementara itu, pengamat (observer) Palestina untuk PBB Riyad Mansour mengatakan bahwa merupakan kewajiban DK PBB untuk "memaksa Israel tunduk dan segera menghentikan agresi".

"Israel tidak bisa terus-menerus bersikap seperti negara yang berada di atas hukum internasional. Ini semacam hukum rimba," tegas Mansour sebagaimana diberitakan Reuters, Minggu (4/1/2009).

Labih lanjut, Mansour menyerukan agar DK segera mengadopsi usulan dari Libya dan menekan Israel agar melakukan gencatan senjata dan menarik pasukan adri Gaza.

Hingga Minggu (4/1), Israel masih melancarkan serangan ke wilayah Gaza, Palestina. Diperkirakan korban jiwa dari Palestina mencapai angka 450 orang.(alf/nrl)

Pusat Informasi Palestina - Laporan Khusus

SCTV : F-16 Zionis Israel Bantai Ratusan Warga Sipil Palestina